, , ,

Kasus KDRT Terus Meningkat, Ketum IKWI Ajak Anggotanya jadi Agen Perubahan

oleh -85 Dilihat
oleh

Serumpunsebalai.com, Jakarta – Grafik angka Kekerasan Dalam Rumah Tangga (KDRT) di Indonesia, semakin meningkat setiap tahunnya. Berdasarkan data Komnas Perempuan pada tahun 2020, angka kekerasan tertinggi terjadi di Jawa Barat dengan jumlah 2.738 kasus dan itu merupakan kejadian tertinggi di Indonesia. Kemudian disusul oleh Jawa Tengah dan DKI Jakarta, dengan jumlah masing-masing 2.525 dan 2.222 kasus KDRT.

Oleh karenanya, Ikatan Keluarga Wartawan Indonesia (IKWI) menggelar acara Seminar Penghapusan KDRT yang merupakan rangkaian acara Puncak Peringatan Hari Pers Nasional (HPN) 2024, di Candi Bentar Ancol, pada Minggu (18/2/2024).

Dalam kesempatan itu, Ketua Umum (Ketum) IKWI Andi Dasmawati Ph.D, mengajak seluruh anggota IKWI yang hadir di acara tersebut, untuk menjadi agen perubahan, guna memutus mata rantai kekerasan terhadap Perempuan, khususnya dalam rumah tangga.

“Menurut Undang-Undang Penghapusan KDRT No 23 Tahun 2004, KDRT adalah perbuatan yang membuat korban terutama perempuan mengalami penderitaan secara fisik, psikologis, seksual, dan juga verbal serta mengalami penelantaran dalam rumah tangga,” terang Andi.

“Dalam hal ini, tugas IKWI yaitu menjadi agen perubahan dalam hal penghapusan KDRT. Di mana, ketika itu terjadi di lingkungan kita, IKWI harus menjadi agen perubahan dan menyatakan bahwa KDRT merupakan tindakan yang tidak benar,” lanjutnya.

Secara keseluruhan, kata Andi, kasus KDRT yang terjadi di Indonesia mencapai angka 11.105 kasus, yang terdiri dari kekerasan fisik sebanyak 4.783 kasus (43%) dan merupakan kasus tertinggi, kemudian disusul dengan kekerasan seksual sebanyak 2.807 kasus (25%), psikis, 2.056 (19%) dan ekonomi 1.459 kasus (13%).

Kemudian, lanjut Andi, berdasarkan riset Jahromi pada tahun 2016 lalu, terungkap bahwa perempuan berusia 25-40 tahun, merupakan golongan usia paling rentan menjadi korban KDRT, dengan penyebab utamanya, yakni tingkat pendidikan suami lebih tinggi dibanding istri, sehingga dari sisi finansial sebagian besar perempuan tidak memiliki kemandirian.

“KDRT mengalami peningkatan signifikan dari tahun ke tahun. Tingkat pendidikan rendah, menjadi salah satu faktor penyumbang tingginya angka KDRT, terutama dalam pernikahan. Undang-Undang Nomor 23 Tahun 2004 tentang Penghapusan KDRT, menjadi dasar untuk penyelesaian KDRT,” jelasnya.

Lebih lanjut, Andi menerangkan, bahwa ada beberapa faktor penyebab KDRT, baik itu faktor internal maupun eksternal, yang membuat kasus KDRT di Indonesia terus meningkat, diantaranya faktor fisik, ketidaksiapan dari diri pelaku maupun korban untuk berumah tangga, perselingkuhan, bahkan hingga menikah secara siri dengan perempuan lain tanpa izin dari istri.

Selain itu, lanjut Andi, ada juga faktor lingkungan, hasutan negatif dari pihak di luar lingkup rumah tangga, tingkat pendidikan, budaya patriarki, bahkan perbedaan prinsip.

”Secara fisik, laki-laki lebih kuat dari perempuan. Sehingga terdapat perbedaan agresivitas secara biologis, untuk melakukan kekerasan. Kalau perselingkuhan, itu jelas merupakan tindakan kekerasan secara psikis,” ujarnya.

Sebelum mengakhiri pembicaraannya, tak lupa Andi mengimbau kepada masyarakat, untuk turut berperan aktif dalam memutus mata rantai KDRT dengan berbagai cara.

“Ibu-ibu bisa mencegah berlangsungnya tindak pidana dengan memberikan perlindungan kepada korban, dengan memberikan pertolongan darurat serta membantu proses pengajuan permohonan penetapan perlindungan,” pungkasnya. (Retok)

Sumber: TIM PUBLIKASI KEGIATAN PUNCAK PERAYAAN HPN 2024

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *