Hakim Binsar Gultom Sebut Penangkapan dan Penahanan Hakim Agung Bisa Cacat Hukum, Kenapa?

oleh -93 Dilihat
oleh

SS.com, Jakarta — Anggota Ikatan Hakim Indonesia (Ikahi) Binsar Gultom mengatakan, penangkapan atau penahanan terhadap hakim agung bisa cacat hukum jika aparat bertindak tanpa perintah dari Jaksa Agung.

Melansir Kompas.com, Binsar mengatakan perintah Jaksa Agung tersebut harus mendapatkan persetujuan dari presiden.

Oleh karenanya, ia mempertanyakan apakah Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) telah mendapatkan perintah tersebut sebelum menahan Hakim Agung Sudrajad Dimyati.

“Jika hal itu belum dilaksanakan oleh KPK, maka menurut Binsar demi hukum berarti penangkapan dan penahanan tersebut menjadi cacat hukum,” kata Binsar saat dihubungi, Kamis (17/11/)

Binsar menjelaskan, ketentuan tersebut merujuk pada Pasal 17 Undang-Undang (UU) Nomor 14 Tahun 1985 Tentang Perubahan Kedua UU Nomor 3 Tahun 2009 Tentang Mahkamah Agung.

Pasal tersebut menyebutkan ketentuan penangkapan atau penahanan ini berlaku bagi Ketua, Wakil Ketua, Ketua Muda, dan Hakim Anggota Mahkamah Agung.

Namun demikian, pasal tersebut juga memuat pengecualian. Ketua MA dan bawahannya tetap bisa ditangkap atau ditahan jika terjaring operasi tangkap tangan (OTT).

Pengecualian berikutnya adalah jika berdasarkan bukti permulaan yang cukup Ketua MA dan bawahannya disangka melakukan tindak pidana kejahatan yang diancam dengan hukuman mati atau melakukan kejahatan terhadap keamanan negara.

“Binsar pun mempertanyakan kepada KPK, apakah hakim agung SD (Sudrajad Dimyati dan hakim agung GS dijadikan tersangka dan kini sudah ditahan saat itu dalam keadaan tertangkap tangan?” ujarnya.

Lebih lanjut, hakim yang mengadili kasus sianida itu mengatakan, jika langkah yang ditempuh KPK cacat hukum maka pihak terkait bisa melakukan upaya praperadilan.

“Dapat dilakukan ‘praperadilan’ tentang tidak sahnya penangkapan dan penahanan,” kata Binsar.

Sebagaimana diketahui, KPK melakukan tangkap tangan terhadap hakim yustisial MA, Elly Tri Pangestu, sejumlah aparatur sipil negara (ASN) di MA, pengacara, dan pihak Koperasi Simpan Pinjam Intidana.

Mereka diduga melakukan suap terkait pengurusan perkara kasasi Intidana di MA.

Setelah dilakukan gelar perkara, KPK kemudian mengumumkan 10 orang tersangka dalam perkara ini.

Mereka adalah Sudrajad Dimyati, panitera pengganti MA Elly Tri Pangesti, PNS kepaniteraan MA Desy Yustria dan Muhajir Habibie, serta PNS MA Albasri dan Nuryanto Akmal. Mereka ditetapkan sebagai penerima suap.

Sementara itu, tersangka pemberi suapnya adalah Yosep Parera dan Eko Suparno selaku advokat, serta Heryanto dan Ivan Dwi Kusuma Sujanto selaku Debitur Koperasi Simpan Pinjam Intidana (ID).

Tidak terjaring operasi tangkap tangan, Sudrajad Dimyati kemudian mendatangi gedung Merah Putih KPK pada hari berikutnya. Setelah menjalani pemeriksaan, ia langsung ditahan.

Belakangan, Kepala Bagian Pemberitaan KPK Ali Fikri mengumumkan tersangka kasus tersebut bertambah. Salah satu di antaranya merupakan Hakim Agung.

“Memang secara resmi kami belum mengumumkan siapa saja yang telah ditetapkan sebagai tersangka baru dalam proses penyidikan, tapi satu di antaranya kami mengonfirmasi betul hakim agung di Mahkamah Agung,” kata Ali sebagaimana disiarkan Breaking News Kompas TV, Kamis (11/11/2022).

Ali juga mengungkapkan, Hakim Agung yang ditetapkan sebagai tersangka pernah menjalani pemeriksaan di KPK. (Raiza/Syakirun).

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *