Kasus Korban Pelecehan Seksual Dihentikan, LBH elPDKP Babel Akan Supervisi Perkara TPKS ke Komnas Perempuan

oleh -243 Dilihat
oleh

SS.com, Pangkalpinang – Kasus di SP3 Lidik, elPDKP bersurat ke Komnas Perempuan. Kasus seorang Ibu Rumah Tangga inisial Sn, kelahiran Toboali Kabupaten Bangka Selatan yang mendapatkan pendampingan hukum secara cuma-cuma (gratis) dari LBH eLPDKP telah ditutup oleh Kepolisian Resor Bangka Selatan dengan alasan kurang alat bukti hal itu disampaikan John Ganesha di kantor LBH elPDKP Babel, Selasa, (31/1).

Ketua elPDKP John Ganesha Siahaan mengaku sudah dapat menduga, dikarenakan penyidik menerapkan delik KUHP dalam mengembangkan kasus yang dialami Ibu Sn. Sementara Penasihat Hukum menilai peristiwa hukum yang terjadi termasuk kualifikasi delik tindak pidana kekerasan seksual UU No. 12 Tahun 2022 tentang Tindak Pidana Kekerasan Seksual disingkat TPKS.

Berdasarkan surat Perintah Penghentian Penyilidikan Nomor: SP2.Lid/10/ XII/ 2022 Reskrim, Tanggal 15 Desember 2022. Bersama ini kami beritahukan berdasarkan hasil penyidikan dan gelar perkara bahwa laporan pengaduan yang saudara laporkan telah kami hentikan penyelidikannya dikarenakan belum cukup bukti.

John Ganesha menilai dengan adanya surat perintah penghentian penyelidikan tersebut bahwa menurut John adanya Undang-Undang TPKS itu telah menghadirkan metode pembuktian yang dapat diterangkan dengan saksi-saksi yang tidak melihat maupun mengalami secara langsung tetapi ada hubungannya dengan perkara tersebut, dan UU TPKS tidak hanya menjerat perbuatan pemerkosaan, pencabulan, pemerkosaan, tetapi kekerasan fisik yang dikenal dengan istilah pelecehan seksual.

“Sehingga penghentian penyelidikan sekalipun kewenangan penyidik tetapi dengan Undang-Undang TPKS penasihat hukum akan mensupervisi pelecehan seksual yang dialami ibu inisial SN kepada Wasidik Polda Babel dan Komnas Perempuan,” kata John Ganesha

Dikesempatan yang sama, Aktivis Perempuan sekaligus Paralegal LBH ElPDKP Babel, Rosalinda mengungkapkan bahwa ada 3 hal yang menjadi pengawasan atas keputusan terhadap penghentian Penyelidikan Kepala Kepolisian Resor Bangka Selatan terhadap korban pelecahan seksual ibu Sn.

“Bahwa sifat khusus dan urgensi pemberlakuan UU TPKS adalah dilatarbelakangi Hukum Pidana Materiil dan Formiil yang berhubungan dengan Tindak Pidana Kekerasan berdimensi Ketidakadilan Gender yang tidak mampu diakomodir dalam pendekatan Norma dan Sanksi yang terkandung dalam KUHP, karenanya beralasan hukum kegiatan Penyelidikan terhadap laporan korban yang diadakan Unit PPA Polres Bangka Selatan dengan pendekatan Dugaan Tindak Pidana Pencabulan (KUHP) tidaklah efektif untuk menjangkau rumusan delik tindak pidana kekerasan seksual yang dialami oleh Ibu Sn,” sebut Rosalinda.

Rosalinda menerangkan bahwa UU TPKS memuat ketentuan yang menyimpangi/memperluas pengertian tentang alat bukti dan pembuktian yang selama ini diatur dalam KUHAP dalam perkara tindak pidana pencabulan dalam KUHP, dengan maksud menjamin akses keadilan bagi saksi korban mendapatkan keputusan pengadilan atas peristiwa pidana yang dialaminya termasuk hak-hak pemulihan yang ditetapkan oleh Majelis Hakim yang mengadili dengan irah-irah Demi Keadilan Berdasarkan Ke-Tuhanan Yang Maha Esa.

“Uraian kronologis yang diterangkan korban, sesuai dengan perkembangan hukum yang menentukan kriteria tindak pidana kekerasan seksual maka peristiwa yang dialami Ibu Sn adalah merupakan Delik Aduan didalam Pasal 5 Jo. Pasal 6 (a) UU TPKS,” ujar Rosalinda.

Sementara itu Bripka Yulanda selaku Kanit Perlindungan Perempuan dan Anak Polres Bangka Selatan belum menjawab konfirmasi melalui pesan WhatsApp hingga berita ini dinaikkan. (Reza)

 

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *