Serumpunsebalai.com, Palembang – Sidang perkara dugaan korupsi dalam proses akuisisi saham PT Satria Bahan Sarana (SBS) melalui PT Bukit Multi Investama (BMI) anak perusahaan PT Bukit Asam kembali digelar di Pengadilan Tipikor Palembang, Jumat (5/1).
Dalam proses akuisisi saham yang diduga merugikan keuangan negara Rp162 miliar itu, menjerat lima terdakwa yakni Milawarma, Nurtina Tobing, Anung Dri Prasetya, Saiful Islam dan Raden Tjhayono Imawan.
Agenda lanjutan sidang mendengarkan keterangan saksi yakni mantan Direktur dan Komisaris PT BMI yakni, Danang Sudirja dan Suherman. Kedua saksi diperiksa bergantian di hadapan majelis hakim yang diketuai Pitriadi SH MH.
Dalam persidangan, kedua saksi Danang dan Suherman masih ditanya seputar prosedural dan tujuan perusahaan mengambil alih PT SBS melalui PT BMI yang berlangsung di tahun 2015. Ketika dicecar tim Jaksa Penuntut Umum (JPU), kedua saksi tidak menampik jika dalam proses akuisisi ekuitas PT SBS negatif atau minus.
Dari laporan keuangan sebelum di akuisisi PT SBS ternyta diketahui merugi Rp68 miliar dan enam bulan setelah diakuisisi pada 2015 masih terjadi kerugian namun sudah berkurang menjadi Rp 9 miliar.
“Sebelum diakuisisi keadaan perusahaan memang masih minus atau ekuitasnya masih negatif. Setelah diakuisisi kerugian berkurang drastis,” jelas saksi Danang Sudirja dalam persidangan.
Sementara itu, kuasa hukum terdakwa, Gunadi Wibakso menyebut jika ekuitas negatif yang dialami PT SBS sebelum diakuisisi tidak dapat dikategorikan kerugian negara.
“Itulah mengapa kami nilai dakwaan JPU ini keliru, karena dalam kaca mata ahli ekuitas negatif perusahaan itu tidak bisa dimasukan dalam kategori penghitungan kerugian negara,” tegasnya.
Dia menyebut dakwaan Jaksa Penutut Umum (JPU) terhadap klienya dinilai janggal. Bahkan pihaknya hingga kini masih belum mendapatkan metode penghitungan kerugian negara sebesar Rp162 miliar seperti dalam dakwakan.
“Sampai sekarang kami masih mempertanyakan soal kerugian negara. Ini yang belum ditunjukan kepada kami, bahkan tadi sudah kami sampaikan kepada majelis hakim dan sudah ditanggapi oleh majelis jika nanti JPU menyajikan perhitungan kerugian negara dalam persidangan nanti sebagai bukti kerugian negara hal itu akan dimasukan dalam berkas perkara,” jelasnya usai persidangan.
Dia menjelaskan, kategori kerugian negara terjadi apabila PTBA mengalami kerugian dari akuisisi dan penyertaan modal yang dikeluarkan Rp 48 miliar.
“Nah dari itu saja tidak sampai Rp162 miliar seperti yang didakwakan. Jadi kami mempertanyakan angka Rp162 miliar itu darimana dapat angka itu, bagaiamana menghitungnya? sementara PTBA tidak mengalami kerugian satu rupiah pun, itulah mengapa dakwaan janggal menurut kami,” tambahnya.
Terkait keterangan saksi yang menyebut PT SBS masih mengalami ekuitas negatif hingga Rp1,35 triliun, Gunadi mengatakan kondisi tersebut harus dilihat prospeknya. Menurutnya, tidak ada larangan dalam mengakuisisi perusahaan yang sedang sakit atau mengalami ekuitas negatif.
“Karena yang dilihat prospeknya kedepan, memang sebelum diakuisisi ekuitasnya negatif dan 2016 sudah untung tapi merugi lagi di tahun 2019, 2020 dan 2021 karena pandemi Covid-19 semua perusahaan dimanapun begitu merugi semua. Nanti kita akan buka laporan keuangan terbaru dimana keuangannya sudah baik,” pungkasnya. [R]