,

KONTROVERSI PERBEDAAN AGAMA DALAM SENGKETA WARIS DI INDONESIA

oleh -83 Dilihat
oleh

Opini : SITI MASITOH

MAHASISWA FAKULTAS HUKUM

UNIVERSITAS BANGKA BELITUNG

Serumpunsebalai.com, Pangkalpinang – Indonesia merupakan negara yang dikenal akan keberagamannya, termasuk dalam hal agama dengan enam agama resmi yang diakui yakni Islam, Kristen Protestan, Katolik, Hindu, Budha, dan Konghucu serta berbagai kepercayaan-kepercayaan yang masih dipraktikkan oleh masyarakat lokal di Indonesia. Ini menjadi salah satu hal nyata bahwa Indonesia mencerminkan keberagaman yang beragam, sehingga memerlukan yang namanya pengelolaan yang bijak, dalam pembagian waris salah satunya yang sering kali menjadi salah satu faktor munculnya sengketa waris.

Hukum positif di Indonesia khususnya terkait dengan waris, memberikan rujukan melalui komplikasi Hukum Islam atau KHI bagi masyarakat yang beragama Islam dan adanya Kitab Undang-Undang Hukum Perdata atau yang biasanya disingkat dengan KUH Perdata untuk masyarakat yang beragama non-muslim. Dalam pasal 171 (c) KHI menyebutkan bahwa ahli waris adalah orang yang pada saat meninggal dunia mempunyai hubungan darah atau hubungan perkawinan dengan pewaris yang beragama Islam, dan tidak terhalang karena Hukum untuk menjadi ahli waris. Sehingga dalam Hukum Islam sangat ditegaskan bahwa KHI menetapkan peraturan tersebut bahwa ahli waris yang berbeda agama tidak bisa mewarisi harta peninggalan, sehingga sering kali menjadi sumber perpecahan atau hadirnya konflik. Pada sisi lain, pasal 832 KUH Perdata menyatakan bahwa mereka yang berhak menjadi ahli waris adalah keluarga sedarah, baik sah maupun di luar kawin, dan suami atau istri yang masih hidup. Pasal ini tidak membatasi hak waris berdasarkan agama, sehingga ahli waris yang berbeda agama masih bisa mendapatkan bagian dari warisan.

Dalam KUH Perdata lebih fleksibel dalam hal tersebut, dimana adanya pembagian waris meskipun terdapat perbedaan agama antara mereka, Lalu karna adanya sengketa waris karna perbedaan agama, maka harus adanya penekanan dalam aspek keadilan untuk menyelesaikannya supaya prinsip keadilan untuk para ahli waris dapat diperhatikan.

Namun aspek keadilan saja tidak cukup dalam menyelesaikan ini, harus ada aspek tambahan yakni hadirnya rasa kebersamaan dalam keluarga yang menjadi sangat amat penting, dimana sengketa waris yang terlalu berlarut-larut dapat menjadi boomerang rusaknya hubungan keluarga yang seharusnya lebih berharga dari pada materi. Sehingga keterbukaan dalam keluarga yang mengedepankan adanya mediasi antar sesama dalam menyelesaikan permasalahan supaya dapat mencapai kesepakatan yang adi dan dapat diterima oleh semua pihak, berdasarkan rasa saling menghormati dan kebersamaan. Dengan adanya aspek-aspek dari pendekatan ini, sengketa waris karena adanya perbedaan agama dari mereka yang mendapatkan waris dapat diselesaikan secara adil dan bermartabat tanpa merusak hubungan kekeluargaan dan masing-masing keluarga tetap dapat untuk menghormati keyakinan mereka masing-masing.

Editor: Retok

 

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *