,

Berusaha Tetap “Good Looking” Meski Pusing Tujuh Keliling

oleh -38 Dilihat
oleh

Oleh: Yudhistira Jaya Suprana (Wartawan)

Serumpunsebalai.com, Pangkalpinang – Di Jalan Diponegoro Pangkalpinang, tepatnya di depan Distro Royal Surf, terparkir sebuah gerobak sederhana. Gerobak itu milik seseorang yang saya kerap sapa Om Ipong, pria berumur 60 tahunan yang tak pernah kehilangan semangat, meski badai ekonomi menerpanya.

Gerobak kecil itu, ia beri nama “Good Looking”. Yang mana, kata “Good Looking” itu dulunya sempat familiar di kalangan pencinta seafood, karena pernah menjadi salah satu warung seafood paling digemari di Pangkalpinang. Namun, hari-hari kejayaannya kini bal bayangan yang semakin menjauh.

Dulunya, Om Ipong ini tidak berdagang di gerobak sederhana. Ia bersama putranya Vito, sempat memiliki warung. Yang pertama, di Jalan Diponegoro Pangkalpinang, tepatnya disebelah Kingkong Kopi Tiam Pangkalpinang. Kemudian sekitar tahun 2021, Om Ipong dan putranya sepakat memindahkan warung mereka ke Jalan Merdeka Pangkalpinang.

Warungnya dulu pernah menarik banyak pelanggan, dengan omzet yang cukup stabil antara Rp 300.000 hingga Rp 400.000 per hari. Namun, lesunya perekonomian di Kepulauan Bangka Belitung seakan ikut memudarkan gemerlap usaha seafoodnya.

Pelanggan yang datang semakin sedikit dan Om Ipong dituntut untuk beradaptasi. Daripada menyerah, ia memilih untuk tetap berjualan di pinggir jalan dengan menggunakan gerobak .

Setiap hari, dari pukul 5 (lima) sore hingga 11 (sebelas) malam, Om Ipong membuka gerobaknya, di tengah hiruk-pikuk lalu lintas yang ramai dan debu-debu jalanan yang berterbangan.

Ironisnya, Om Ipong ini tak hanya harus berjuang melawan ekonomi Kepulauan Bangka Belitung yang melesu, akan tetapi ia juga dihadapkan dengan perbaikan gorong-gorong di depan tempatnya berdagang. Kondisi jalan yang penuh debu, kerap menjadi tantangan besar, tetapi Om Ipong tetap tak gentar.

“Alhamdulillah, kita masih dibantu pelanggan lama,” ujarnya dengan senyum yang tetap merekah, meski dalam hati menyimpan beban yang tidak ringan, saat penulis temui di tempatnya berdagang, Sabtu (7/9/2024) malam.

Dengan omzet yang kini hanya sekitar Rp 150.000 per hari, Om Ipong mencoba berinovasi. Selain menghadirkan menu seafood yang menjadi andalannya, ia juga menyediakan nasi goreng dan kwetiau untuk menambah variasi menu. Ia tahu, untuk bertahan, ia harus fleksibel.

Menu tambahan itu memang tidak serta-merta mendongkrak pendapatan secara signifikan, tetapi cukup untuk sekadar menjaga dapur tetap mengepul.

“Biar sedikit rame, kita juga menyediakan nasi goreng & kwetiau. Alhamdulillah bisa mendongkrak pendapatan, meski tak terlalu banyak,” katanya.

Asik bercerita, saya pun akhirnya memesan nasi goreng kampung di sana. Setelah menunggu beberapa menit nasi goreng pesanan saya pun selesai dibuat, saya pun mulai mencicipi nasi goreng kampung yang disajikan Om Ipong. Bukannya bermaksud lebay, tapi jujur saja, saya bisa merasakan sentuhan kesederhanaan dan cinta dalam setiap butir nasinya.

Rasanya menurut saya sangat luar biasa. Pedasnya yang pas, potongan udang yang gurih dan aroma khas bumbu kampung yang menggugah selera, membuat saya tak bisa menahan diri untuk memesan porsi kedua, karena rasanya begitu lezat, seperti cerminan dari ketulusan hati Om Ipong dalam memasak.

Om Ipong, dengan segala keterbatasannya, menunjukkan kepada kita semua bahwa di balik setiap cobaan, selalu ada jalan untuk terus melangkah. Warungnya mungkin tidak lagi sebesar dulu, tetapi semangatnya tetap “Good Looking”.

Di tengah krisis dan badai kehidupan, ia tetap memilih untuk survive, dengan penuh kesederhanaan dan keikhlasan, berharap esok akan lebih baik.

Baginya, perjuangan ini adalah tentang bertahan dengan terhormat dan tetap terlihat “good” meski dunia di sekitarnya terasa berputar “tujuh keliling”.

Sekian tulisan dari saya. Semoga menginspirasi dan bermanfaat.

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *