Serumpunsebalai.com, Palembang – Gabungan Aktivis dan tokoh masyarakat di kota Palembang, terdiri dari Ade Indra Chaniago, Mukri AS, Syahreza Fahlepie, Dasri Nurhamidi, Rudi Gustaman, Norman Irawan, Dedy Irawan kompak melaporkan mantan Walikota Palembang Harnojoyo dan Pj Walikota Palembang, Ratu Dewa ke Direktur Reserse dan Kriminalitas Khusus (Dirreskrimsus) Polda Sumsel, Jumat (5/4/2024) malam kemarin.
Melalui kuasa hukum pelapor, advokad Afdhal Azmi Jambak, SH, Indra Pasaribu, SH, MSI, CPL, Abdurahman Ralibi, SH dan Fadel Muhammad Pasaribu, SH, laporan dibuat terkait dugaan kasus korupsi dana Tunjangan Kinerja (Tukin) dan Tambahan Penghasilan Pegawai (TPP) serta tunjangan lainnya yang diduga dilakukan oleh mantan Walikota Palembang Harnojoyo, Sekda Kota Palembang Ratu Dewa (Pj Walikota saat ini) selaku ketua TAPD dan para pejabat terkait.
“Itu Harnojoyo (mantan Walikota) dan Ratu Dewa (Sekda/ Pj Walikota) sudah kami laporkan ke Polda Sumsel atas dugaan telah merugikan negara dengan cara membagi-bagikan uang rakyat dari APBD. Polanya, menerbitkan peraturan walikota yang diduga melanggar hukum dengan tujuan memperkaya diri sendiri, orang lain atau korporasi berupa Tunjangan Kinerja (Tukin) dan Tambahan Penghasilan Pegawai (TPP) serta tunjangan lainnya,” ucap kuasa hukum pelapor Afdhal Azmi Jambak, SH didampingi Indra Kasyanto, SH, Jumat (5/4/24).
“Klien kami sudah beberapa kali mengirim surat menanyakan perihal pemberian Tukin dan TPP tersebut terutama mengenai besaran jumlah uang per-orang, per-tahun yang diberikan kepada Walikota, Sekda, Kepala SKPD dan para pegawai di Pemkot Palembang, namun hingga kini tidak memperoleh jawaban,” ujarnya.
Afdhal memaparkan, dengan tidak diberikannya data jelas, transparan dan lengkap tentang “pengambilan” uang dari APBD Kota Palembang, terutama dari Pendapatan Asli Daerah (PAD) Kota Palembang untuk memperkaya diri para pejabat dan ASN di Kota Palembang, maka patut diduga disinyalir ada banyak hal yang perlu dipertanyakan bahkan diproses sesuai hukum yang berlaku.
Ia menguraikan, pengambilan dana untuk ‘dinikmati’ oleh sebagian pejabat dan pegawai atau aparatur sipil negara (ASN) juga berlangsung pada saat pandemic Covid 19, dimana saat itu sebagian besar kinerja pejabat dan ASN sangat rendah dan sangat tidak patut menerima dana Tukin dan atau TPP, tetapi tetap diberikan.
“Lebih miris dan zalim lagi, dana APBD Kota Palembang tersebut dibagi-bagikan kepada sebagian pejabat dan ASN yang selama ini sudah menerima gaji tiap bulan dalam jumlah cukup besar, bahkan jutaan rupiah per-orang perbulan dengan fasilitas yang beraneka ragam, sedangkan sebagian rakyat warga Kota Palembang yang fakir, miskin dan anak-anak yatim tidak diberikan dana anggaran yang cukup dan wajar. Bahkan sebagian panti asuhan tidak diberikan dana dari PAD APBD Kota Palembang dalam jumlah yang wajar dan cukup,” sebutnya.
Dia menyebutkan, surat laporan pengaduan tersebut, ditembuskan kepada berbagai pihak berkompeten.
“Kita tidak main-main. Surat ditembuskan ke Kapolri di Jakarta, Ketua Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) di Jakarta, Ketua Kompolnas di Jakarta dan Jaksa Agung RI di Jakarta,” tambahnya.
Sementara Ade Indra Chaniago, aktivis 98, kandidat Doktor Universitas Indonesia meminta dengan hormat agar Kapolda Sumsel dan Dirreskrimsus Polda Sumsel yang baru menjabat agar bertindak tegas dan sungguh-sungguh memproses laporan pengaduan tersebut.
“Kami berharap bapak Kapolda Sumsel dan jajarannya terutama, melalui Direktur Reserse dan Kriminalitas Khusus (Dirreskrimsus) agar memproses sesuai hukum yang berlaku terhadap permasalahan yang kami laporkan ini yakni dugaan korupsi di Pemerintah Kota Palembang Terkait Tukin, TPP dan lain-lain,” ucap Ade.
“Jangan sampai sebagian pejabat dan ASN berfoya-foya memperkaya diri dengan duit rakyat, sementara pembangunan yang mestinya dibiayai dengan uang rakyat tidak dapat dilaksanakan dengan baik dan maksimal,” ungkapnya.
Ade Indra menjelaskan, sesungguhnya uang APBD kota Palembang terutama PAD semestinya dipergunakan untuk pembangunan fisik dan non fisik masyarakat.
“Faktanya, banyak jalan-jalan rusak, sekolah-sekolah, parit-parit dan berbagai fasilitas yang mestinya dibiayai dengan APBD tetapi tidak dianggarkan. Sebaliknya, Walikota bersama Sekda dan para pejabat terkait membuat peraturan untuk mengambil uang rakyat dengan menerbitkan Peraturan Walikota, jumlahnya milyaran pula. Informasi yang kami dapat ratusan milyar pertahunnya. Tetapi saat kami minta, Walikota dan pejabat terkait tidak mau memberikan data-data pastinya,” katanya.
Mukri, aktivis lainnya juga menambahkan, sungguh fakta tidak terbantahkan, kinerja Walikota Palembang dan jajarannya tidaklah bagus dan baik.
Salah satu buktinya adalah, angka pendapatan asli daerah (PAD) kota Palembang tidak meningkat tajam, bahkan dalam beberapa tahun menunjukkan penurunan dan atau setidaknya tidak meningkat drastis.
Dia menyentil, PAD kota Palembang bersumber kepada retribusi, pajak daerah dan lainnya tidak pernah mencapai angka dua triliun rupiah (Rp. 2.000.000.000.000.-).
Padahal menurut DR. Amiruddin Sandy, saat menjabat kepala bagian Humas Pemkot Palembang, Tukin di Pemkot Palembang yang tertinggi di pulau Sumatera, itu berdasarkan rekomendasi Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) PAD Kota Palembang haruslah minimal Rp2 triliun.
Keterangan Kabag Humas Pemkot Palembang itu dimuat di Koran Transparan Merdeka Palembang beberapa tahun lalu.
“Tindakan Walikota, Sekda dan para pejabat terkait di Pemkot Palembang yang tidak memberikan anggaran cukup dan wajar terhadap fakir miskin dan anak-anak terlantar (terutama anak-anak yatim) sungguh merupakan pelanggaran terhadap UUD 1945,” timpal Rudy Gustaman juga aktivis seraya mengutipkan Pasal 34 UUD 1945, ‘Fakir miskin dan anak-anak yang terlantar dipelihara oleh negara’.
Bahwa, ucap Rudy, dengan hanya memberikan dana Tukin dan TPP kepada sebagian pejabat dan ASN melalui Peraturan Walikota (Perwali), mala sebaliknya tidak memberikan dana kepada fakir, miskin dan anak-anak terlantar, maka perbuatan tersebut sudah nyata dan terang benderang inkonstitusional dan merupakan perbuatan keji, terlarang bahkan zhalim.
“Di dalam Al Quran Surat An Nisa ayat 4 Allah berfirman yang artinya, ‘Sesungguhnya orang-orang yang memakan harta anak yatim secara zalim, sebenarnya mereka itu menelan api dalam perutnya dan mereka akan masuk ke dalam api yang menyala-nyala (neraka)’,” tambah Syahreza Fahlepie dan dibenarkan Dasri Nurhamidi.
Selain dari itu fakta tidak terbantahkan, di dalam Laporan Hasil Pemeriksaan (LHP) Badan Pemeriksa Keuangan (BPK) Perwakilan Sumatera Selatan, beberapa kali ditemukan pelanggaran yang dilakukan oleh oknum-oknum di sejumlah SKPD dan berakibat rekomendasi pengembalian uang ke kas negara.
Bahkan, pada LHP BPK perwakilan Sumsel tahun 2023 terhadap Laporan Keuangan Pemkot Palembang tahun anggaran 2022, puluhan milyar kewajiban pengembalian uang ke kas negara dan sebagian di antaranya karena perbuatan melanggar hukum.
Minta Kasus Korupsi Pengadaan Kolam Retensi Simpang Bandara Ditingkatkan ke Penyidikan
Bahwa patut juga sampaikan penghargaan dan apresiasi atas adanya proses hukum penyelidikan oleh Dirreskrimsus Polda Sumsel dan jajarannya terhadap dugaan korupsi salah satu proyek di Pemkot Palembang yakni pengadaan lahan kolam retensi simpang Bandara.
Lahan tanah untuk kolam retensi itu sertifikat hak milik (SHM) atas nama Mukar Suhadi, seluas 40.000 m2 (empat hektar) dengan pensertifikatan melalui PTSL.
Mukar Suhadi diduga membeli kepada beberapa warga dengan harga sekitar Rp. 55.000 (lima puluh lima ribu rupiah) per m2 dan menjual ke Pemkot Palembang melalui Dinas Pekerjaan Umum dan Penataan Ruang (PU PR) dengan harga Rp. 995.000.- (Sembilan ratus Sembilan puluh lima ribu rupiah) per m3.
Dia mengungkapkan, pembelian dan pensertifikatan lahan oleh Mukar Suhadi diduga dilakukan setelah adanya rencana dan ketuk palu pengadaan tanah untuk Kolam Retensi Simpang Bandara tersebut.
“Belakangan baru kami ketahui, sebagian dari lahan 40.000 m2 tersebut adalah diduga mencaplok atau menjarah lahan tanah milik HM. Sanin AS (alm) pemilik RM Palapa Group. Dan, ahli waris HM Sanin AS sudah mempermasalahkan hal tersebut ke Walikota Palembang, DPRD Kota Palembang, Gubernur Sumsel dan bahkan sudah menyampaikan surat ke Presiden RI, Menkopolhukam, Kapolri, Jaksa Agung RI, Menteri ATR/BPN, Menteri Pekerjaan Umum RI, Kajati Sumsel dan lain-lain,” terangnya.
Bahwa sesungguhnya aparat Kejaksaan Negeri Palembang sudah pernah pula memanggil banyak pejabat dan banyak orang terkait dengan pengadaan lahan Kolam Retensi Simpang Bandara di Kelurahan Kebun Bunga Kecamatan Sukarami Kota Palembang.
Dugaan kasus pengadaan lahan kolam retensi tersebut, diduga telah merugikan negara puluhan milyar rupiah, sebab dengan modal sekitar Rp. 5 milyar, dijual ke Pemkot dengan harga sekitar Rp. 39,8 milyar.
“Kami berharap perkara dugaan korupsi pembelian atau pengadaan lahan kolam retensi Simpang Bandara ini ditingkatkan ke penyidikan dan sampai ke pengadilan,”
“Apalagi, sudah diselidiki sejak 08 Maret 2023 atau lebih dari satu tahun. Jangan sampai dihentikan atau istilah umumnya jangan sampai 86. Semoga bapak Kapolda dan jajarannya istiqamah dan sungguh-sungguh memberantas korupsi,” pungkasnya. (Retok)