,

Mahfud MD: Jangan Artikan Penggugat di MK Selalu Kalah

oleh -67 Dilihat
oleh

Serumpunsebalai.com, Jakarta – Calon wakil presiden (cawapres) nomor urut 03 Mahfud MD menyinggung bahwa penggugat dalam pemilu tak selalu kalah ketika dibawa ke sengketa Mahkamah Konstitusi (MK).

Pernyataan itu ia sampaikan merespons soalĀ  potensi dugaan kecurangan dalam pemilu tahun ini, yang juga dinilai berpotensi digugat ke MK.

“Jangan diartikan bahwa penggugat selalu kalah. Sebab, memang sering terjadi kecurangan terbukti itu secara sah dan meyakinkan,” ujar Mahfud dalam unggahan video di laman Instagramnya usai menghadiri acara di Universitas Indonesia (UI), Sabtu (17/2/2024).

Dalam kaitan itu, Mahfud pun mencontohkan jika proses sengketa pemilu yang pernah dimenangkan oleh penggugat, ketika tergugat itu terbukti melakukan kecurangan. Bahkan, hal itu, kata Mahfud, terjadi ketika dirinya memimpin sebagai hakim MK.

“Ketika saya menjabat sebagai ketua MK, MK pernah memutus pembatalan hasiI pemilu dalam bentuk perintah pemilihan ulang maupun pembatalan penuh, karena yang menang dinyatakan didiskualifikasi, dan yang kalah naik. Bisa pemilu ulang juga,” ujar dia.

Dia lantas mencontohkan kasus sengketa yang terjadi pada 2008 silam dalam pemilihan kepada daerah (pilkada) Gubernur Provinsi Jawa Timur.

Kala itu, pilkada mempertemukan 2 calon yakni Khofifah Indar Parawansa dari PPP, Soekarwo dari Demokrat, dalam putaran kedua. Hasil itu dimenangkan oleh Soekarwo. Namun, pihak Khofifah menggugat hasil tersebut ke MK, dengan dugaan adanya kecurangan.

Dalam putusannya, MK pun membatalkan kemenangan Soekarwo, dan kembali mengadakan pemilu putaran ketiga.

“Kemudian, hasil pilkada Bengkulu Selatan, yang menang didiskualifikasi, yang di bawahnya langsung naik. Ketiga, hasil pilkada kota Waringin barat, sama dengan Bengkulu Selatan dan banyak lagi kasus ada pemilihan ulang, dan sebagainya,” timpalnya.

Oleh sebab itu, Mahfud menilai contoh-contoh sengketa pemilu itu telah menjadi yurisprudensi atau keputusan-keputusan dari hakim terdahulu untuk menghadapi suatu perkara yang tidak diatur di dalam Undang-Undang.

“Ini bukan hanya yurisprudensi, tetapi juga termasuk di dalam peraturan perundang-undangan dan buktinya banyak pemilu itu dibatalkan atau didiskualifikasi,” pungkasnya. (Retok)

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *