Penulis : Firman Jaya Daeli (Ketua Dewan Pembina Puspolkam Indonesia ; Mantan Tim Perumus UU Polri dan Komisi Politik & Hukum DPR-Ri ; Pernah Menjadi Dosen Tamu Sespimmen dan Sespimti Polri)
Keberadaan, status, dan kedudukan institusi Kepolisian Negara Republik Indonesia (POLRI/Polri) telah diamanatkan, ditentukan, dan diatur secara konstitusional di dalam Konstitusi Negara Kesatuan Republik Indonesia (NKRI). Nomenklatur institusi Polri tertera jelas dan termaktub tegas secara normatif positif dan strategis ideologis dalam konstitusi Indonesia. Tertera dan termaktub dalam UUD Negara Republik Indonesia Tahun 1945 (UUD NRI Tahun 1945). Ada sejumlah kelembagaan negara (institusi) yang eksistensinya, posisinya, fungsinya, dan nomenklaturnya diamanatkan, ditentukan, dan diatur “langsung” dalam konstitusi UUD NRI Tahun 1945.
Institusi di Indonesia hanya sebagian kecil saja dan lagi pula hanya dalam jumlah terbatas, yang letak keberadaannya dan yang status kedudukannya diamanatkan, ditentukan, dan diatur langsung dalam konstitusi. Hakekatnya dan intisarinya adalah langsung secara tekstual konstitusional dengan jelas dan tegas dalam konstitusi negara. Institusi Polri adalah salah satu institusi yang keberadaannya, status, kedudukannya, dan nomenklaturnya diamanatkan, ditentukan, dan diatur langsung, jelas, dan tegas dalam konstitusi UUD NRI Tahun 1945.
Hakekat dan prinsip konstitusional dengan adanya amanat dan ketentuan tersebut adalah pada dasarnya meletakkan, meneguhkan, dan mengukuhkan keberadaan, status, dan kedudukan Polri. Institusi Polri memiliki eksistensi, posisi, dan fungsi strategis, berpengaruh, berdampak, dan menentukan. Terutama dalam sistem “Politik Hukum Ketatanegaraan Indonesia” (Politik Hukum Bernegara/Politik Bernegara). Hakekat dan prinsip Politik Bernegara Kebhayangkaraan (Polri), pada dasarnya harus “dihadirkan dan ditampilkan” dengan paradigma pemikiran dan penyelenggaraan yang berkeadilan, berkemanusiaan, dan konstitusional.
Perihal tersebut pada dasarnya bukan karena “keinginan” partikular Polri. Tentu juga tidak karena “kemauan” sektoral Polri. Perihal tersebut adalah karena akibat dari amanat dan ketentuan kenegaraan. Perihal tersebut karena merupakan “kehendak dan keputusan” Negara Kesatuan Republik Indonesia (NKRI) dan karena merupakan ketentuan dan ketetapan konstitusi UUD NRI Tahun 1945. Juga karena merupakan ketentuan sejumlah Ketetapan (Tap) MPR-RI) dan Peraturan Perundangan-Undangan Indonesia.
Pasal 30 ayat 4 UUD NRI Tahun 1945, mengamanatkan, menentukan, dan mengatur bahwa : “Kepolisian Negara Republik Indonesia sebagai alat negara yang menjaga keamanan dan ketertiban masyarakat bertugas melindungi, mengayomi, melayani masyarakat, serta menegakkan hukum”. Keseluruhan konstruksi dan substansi pengamanatan, penentuan, dan pengaturan tersebut, pada dasarnya bersifat satu kesatuan utuh. Juga sebuah perumusan, pemahaman, dan penyelenggaraan konstitusional yang merupakan satu ekosistem tarikan nafas panjang yang berkaitan dan berkelanjutan. Lagi pula yang bersifat utuh seutuhnya dan bermuatan penuh sepenuhnya secara integral dan integratif.
Perspektif amanat dan ketentuan konstitusional tersebut adalah bukan perspektif yang dirumusi, difahami, dan diselenggarakan secara terpisah dan terlepas dari rangkaian teks dan konteks “Keindonesian” (Indonesia Raya). Bukan juga sebuah perspektif yang bersifat sepotong-sepotong, dan bukan pula yang berdiri sendiri semata. Tidak boleh difahami pula dalam formulasi, posisi, dan komposisi yang saling bertentangan dan yang saling dipertentangkan. Bukan juga semangat penjiwaan, pemahaman, dan penyelenggaraan agenda konstitusi dan institusi yang saling berhadap-hadapan.
Kemudian bukan pula dan tidak juga dibangun dalam kerangka perumusan dan pemahaman untuk saling mengurangi, saling meniadakan, dan saling menghilangkan makna perspektif kebhayangkaraan konstitusional Polri. Khususnya terhadap makna keberadaan, kedudukan, dan kegiatan Polri. Khususnya yang bertalian dengan masing-masing prinsip utama, fungsi dasar, dan tugas pokok Polri yang diamanatkan, ditentukan, dan diatur dalam konstitusi. Perspektif amanat dan ketentuan konstitusionalitas Polri adalah sebuah kawasan dan serangkaian atmosfir yang merupakan satu kesatuan dan keutuhan benang merah pernafasan panjang yang berkaitan dan berkelanjutan.
“Kepolisian Negara Republik Indonesia sebagai alat negara yang menjaga keamanan dan ketertiban masyarakat bertugas melindungi, mengayomi, melayani masyarakat, serta menegakkan hukum”. Perspektif dan terminologi tersebut senantiasa memastikan dan semakin mengukuhkan eksistensi, posisi, dan fungsi strategis Polri dalam sistem kenegaraan dan ketatanegaraan Indonesia. Perspektif dan terminologi tersebut juga yang mengarahkan dan menunjukkan pemahaman, penjiwaan, dan penyemangatan Polri. Terutama dalam penyelenggaraan tugas pokok, fungsi utama, kewenangan dasar, dan tanggungjawab besar Polri. Jadi harus senantiasa dibangun dan ditumbuhkan dalam konteks dan dalam kerangka perspektif dan terminologi tersebut di atas.
Institusi Polri beserta keseluruhan jajaran Polri sebagai alat negara bertugas, berwenang, dan bertanggungjawab menjaga keamanan dan ketertiban masyarakat. Perihal pengertian, pemahaman, penjiwaan tersebut harus diletakkan, diselenggarakan, dan dilaksanakan secara berarti dan berdampak. Khususnya terhadap keberadaan, kedudukan, dan kegiatan Polri. Dan dalam kerangka melengkapi, menguati, dan memaknai untuk melindungi, mengayomi, melayani masyarakat serta untuk menegakkan hukum.
Kemudian institusi Polri beserta keseluruhan jajaran Polri sebagai alat negara bertugas, berwenang, dan bertanggungjawab melindungi, mengayomi, melayani masyarakat. Perspektif pengertian, pemahaman, penjiwaan tersebut juga, harus diletakkan, diselenggarakan, dan dilaksanakan pula secara berarti dan berdampak. Terutama bagi keberadaan, kedudukan, dan kegiatan Polri. Juga dalam kerangka untuk menjaga keamanan dan ketertiban masyarakat serta untuk menegakkan hukum.
Selanjutnya institusi Polri beserta keseluruhan jajaran Polri sebagai alat negara bertugas, berwenang, dan bertanggungjawab menegakkan hukum. Mengenai pengertian, pemahaman, dan penjiwaan tersebut mesti pula berlangsung secara berarti dan berdampak. Khususnya terhadap keberadaan, kedudukan, dan kegiatan Polri. Tentu dalam kerangka untuk menjaga keamanan dan ketertiban masyarakat serta untuk melindungi, mengayomi, melayani masyarakat.
Institusi Polri memiliki tugas, kewenangan, dan tanggungjawab yang saling terkait untuk menguati dan memaknai “misi luhur, misi mulia, dan misi suci” Polri. Terutama dalam menyelenggarakan dan menunaikan tugas pengabdian pada masyarakat, bangsa, dan negara. “Kepemilikan” yang saling terkait tersebut di atas, pada dasarnya hanya menjadi berarti, dan baru menjadi bermakna ketika diabdikan dan diperuntukkan secara positif dan efektif. Bagi keadilan, kemakmuran, dan kesejahteraan Indonesia Raya. Keberartian dan kebermaknaan tersebut menjadi terbangun dan menumbuh ketika diorientasikan untuk menuju dan mencapai Tujuan Nasional NKRI.
“Keindonesiaannya” Polri, dan “Indonesia Rayanya” Polri semakin bersinar terang dan bertumbuh subur manakala Polri menandai dan memaknai bahwa pengabdian Polri adalah sungguh-sungguh bersifat luhur, mulia, dan suci. Perspektif tersebut semakin menunjukkan dan mengukuhkan bahwa sesungguhnya eksistensi, posisi, dan fungsi Polri adalah salah satu pemasti, penanda, dan pemakna spritualitas dan konstitusionalitas NKRI. Ada perkembangan kemajuan yang “Mengindonesia” secara sejati dan sesungguhnya manakala Indonesia Raya berbasis pada keberadaan dan kebangkitan Polri yang maksimal, profesional, kredibel, akuntabel.
Pemikiran strategis dan visioner atas Polri, serta pertimbangan mendasar dan menyeluruh atas Polri, pada gilirannya berpengaruh dan berdampak. Khususnya pada makna penting keberadaan, kedudukan, dan kegiatan Polri dalam sistem Indonesia berdasarkan Hukum Dasar Tertinggi dan Tertulis. Konstitusi Indonesia meletakkan dan menempatkan institusi Polri secara konstitusional dalam sistem konstitusi UUD NRI Tahun 1945. Kepolisian Negara Republik Indonesia sebagai alat negara yang menjaga keamanan dan ketertiban masyarakat bertugas melindungi, mengayomi, melayani masyarakat, serta menegakkan hukum. Pernyataan dan perumusan konstitusional tersebut adalah merupakan dan menjadi amanat, ketentuan, dan aturan tertinggi. Perihal tersebut juga bersifat “tunggal konstitusional dan normatif strategis” karena hanya dikandungi dan dimiliki oleh Polri sebagaimana diamanatkan, ditentukan, dan diatur dalam konstitusi UUD NRI Tahun 1945.
Ada dasar-dasar filsafat hukum, politik hukum, dan sosiologi hukum yang berkaitan dengan eksistensi, posisi, fungsi Polri. Sekaligus juga yang berkaitan dengan relasi antara institusi Polri dengan konstitusi Indonesia. Prinsip-Prinsip tersebut pada dasarnya merupakan dan menjadi intisari perenungan, hakekat penyadaran, dan titik pemikiran Polri. Terutama perenungan, penyadaran, dan pemikiran Polri agar selalu dan untuk semakin terbuka, teringat, terketuk, terpanggil, dan tergerak bekerja. Prinsip-Prinsip bekerja dengan standar etika profesional yang tinggi, moralitas institusional yang kuat, keteladanan kolegial yang dalam, dengan berbasis Tri Brata Bhayangkara Negara. Terutama dalam menyelenggarakan, menjalankan, dan menunaikan amanat tugas dan tanggungjawab konstitusional Polri beserta jajaran.
Perspektif dan terminologi tersebut, meletakkan dan menjadikan institusi Polri beserta keseluruhan jajaran Polri, harus senantiasa memiliki sejumlah perihal yang prinsipil. Harus senantiasa dan semakin memiliki keutuhan sikap, kebulatan tekad, kemauan keras, dan kemampuan kuat. Perihal tersebut, hakekatnya dan intisarinya adalah dibangkitkan dan diarahkan untuk “memperabdikan diri, memperuntukkan diri, mempersembahkan diri, bahkan untuk mempertanggungjawabkan diri”. Utamanya adalah bagi kemanusiaan, keadilan, keadaban, kemakmuran, dan kesejahteraan Indonesia. Juga bagi masyarakat, bangsa, dan negara melalui pelaksanaan tugas, kewenangan, dan tanggungjawab Polri secara optimal, maksimal, profesional, kredibel, akuntabel.
Kualitas, profesionalitas, kapasitas, kapabilitas, integritas, kredibilitas, dan akuntabilitas Polri, menjadi bermakna dan semakin menumbuh, menggema, dan menggelora ketika Polri selalu “teguh loyal dan tegak lurus”. Hakekatnya dan Intisarinya adalah loyal dan lurus bersikap dan senantiasa kukuh berkegiatan dalam kerangka membumikan dan memastikan Tujuan Nasional (Pembukaan UUD NRI Tahun 1945). Juga dalam kerangka membumikan dan memastikan Cita-Cita Proklamasi Kemerdekaan RI dan Nilai-Nilai ideologi dan falsafah Pancasila dalam wadah NKRI yang Bhinneka Tunggal Ika.
Polri akan menjadi bermakna dan semakin berarti manakala Polri selalu setia dan senantiasa taat bergerak dan berjalan dalam kawasan doktrin “TRI BRATA” Polri sebagai Bhayangkara Negara. Hakekat dari kebermaknaan dan keberartian tersebut adalah ketika Polri mereformasi dan mentransformasi keseluruhan pranata dan ekosistem Polri dan jajaran. Terutama kebijakan dan agenda reformasi dan transformasi bagi kebutuhan dan kepentingan masyarakat, bangsa, dan negara. Juga demi untuk menuju serangkaian kualitas kebangkitan dan kemajuan Indonesia Raya.
Ada sejumlah “Politik Hukum Bernegara Indonesia” dengan adanya amanat dan ketentuan mengenai Polri dalam konstitusi UUD NRI Tahun 1945. Berikut dengan Prinsip-Prinsip dan Nilai-Nilai keberadaan dan kedudukan Polri berdasarkan konstruksi dan substansi. Khususnya yang berbasis pada teks amanat dan narasi ketentuan tersebut. Polititk Hukum Bernegara Indonesia merupakan konsekuensi dari “penerimaan dan pengakuan” konstitusional terhadap Polri. Selanjutnya pada gilirannya, memiliki konsekuensi atau mempunyai akibat ketatanegaraan dalam kehidupan bermasyarakat, berbangsa, dan bernegara.
Konstitusionalitas Polri, pada dasarnya memastikan, meneguhkan, dan mengukuhkan doktrin konstitusional bahwa institusi Polri adalah institusi yang “berstatus independen dan bersifat mandiri”. Perspektif dan terminologi independen dan mandiri dalam konteks tersebut adalah memastikan bahwa keberadaan, status, dan kedudukan institusi Polri “pada dasarnya terletak dan berada langsung di bawah Presiden RI sebagai Kepala Negara”. Letak keberadaan akan status dan kedudukan tersebut ditempatkan dan didudukkan dalam konteks konstitusi negara karena “Presiden RI memegang kekuasaan pemerintahan menurut UUD” (Bab III, Pasal 4 UUD NRI Tahun 1945).
Kekuasaan tersebut merupakan bagian dari ekosistem “kekuasaan pemerintahan negara” (Judul Bab III UUD NRI Tahun 1945). Doktrin konstitusional yang meletakkan keberadaan, status, dan kedudukan institusi Polri langsung di bawah Presiden (kepresidenan), pada gilirannya memiliki implikasi dan konsekuensi. Terutama implikasi dan konsekuensi ketatanegaraan pada tataran struktural dan institusional. Implikasinya dan konsekuensinya adalah bahwa institusi Polri dengan tegas dan secara jelas “tidak boleh menjadi subordinat bawahan dari kelembagaan, kementerian, dan kebadanan apapun”. Juga “tidak boleh menjadi institusi dan instrumen bagian dari kelembagaan, kementerian, dan kebadanan apapun”.
Keberadaan, status, dan kedudukan institusi Polri beserta keseluruhan ekosistem Polri sebagaimana diamanatkan, ditentukan, dan diatur dalam konstitusi UUD NRI Tahun 1945, harus senantiasa “terjaga dan terawat”. Pengamanatan, penentuan, dan pengaturan konstitusional tersebut, pada dasarnya mengisyaratkan, menentukan, dan memastikan eksistensi, posisi, dan fungsi Polri. Pastinya adalah “tidak boleh terjadi penghilangan, pendistorsian, bahkan pengurangan sekecilpun dan sedikitpun teks narasi dan makna substansi konstitusional” terhadap Polri. Perihal tersebut sebagaimana yang sudah tertera jelas dan termaktub tegas dalam UUD NRI Tahun 1945 mengenai institusi Polri.
Mesti dipastikan dari awal dan sejak dini mengenai narasi dan substansi perihal “Kebijakan” dan mengenai “Peraturan Perundangan-Undangan”. Narasi dan substansi tersebut adalah agar harus dan justru mesti menguati, meneguhi, dan mengukuhi UUD NRI Tahun 1945. Peraturan Perundangan-Undangan dan Kebijakan “tidak boleh menghilangi, mendistorsi, dan mengurangi sekecilpun dan sedikitpun teks narasi dan makna konstitusi” terhadap Polri. Teks dan makna tersebut adalah amanat dan ketentuan mengenai eksistensi, posisi, fungsi, tugas, peran, tanggungjawab, dan kewenangan Polri. Amanat dan ketentuan tersebut adalah sebagaimana yang telah diatur dalam konstitusi UUD NRI Tahun 1945.
Polri sebagai alat negara yang menjaga keamanan dan ketertiban masyarakat (Pasal 30 ayat 4 UUD NRI Tahun 1945), sebagaimana diamanatkan, ditentukan, dan diatur dalam konstitusi di atas. Pernyataan konstitusional tersebut bersifat amanat dan berkategori ketentuan yang memiliki dasar legitimasi yang kuat dan mempunyai landasan konstitusi yang tinggi bagi Polri. Pernyataan jelas dan tegas tersebut, pada dasarnya mengingatkan dan menjadikan keseluruhan civitas dan ekosistem Polri mengorganisasikan pembangunan, penataan, pemeliharaan Sistem Keamanan Nasional dan Ketertiban Umum bagi kepentingan masyarakat, bangsa, dan negara.
Pembangunan Indonesia Raya yang Merdeka, Bersatu, Berdaulat, Adil, dan Makmur, pada dasarnya berbasis pada tumbuhnya dan terbangunnya stabilitas politik dan keamanan. Perspektif dan terminologi politik dan keamanan dalam konteks tersebut adalah dalam pengertian, pemahaman, penjiwaan, dan penyelenggaraan politik dan keamanan secara luas, dalam, tinggi, lengkap, dan utuh. Hakekatnya dan intisarinya adalah “Politik Negara dan Keamanan Negara”. Institusi Polri dengan demikian memperoleh legalitas formal dan mendapat legitimasi konstitusional untuk menunaikan tugas, tanggungjawab, dan kewenangan untuk membangun, menata, dan memelihara sistem keamanan nasional dan ketertiban umum (masyarakat).
Polri sebagai alat negara bertugas melindungi, mengayomi, melayani masyarakat (Pasal 30 ayat 4 UUD NRI Tahun 1945), sebagaimana diamanatkan, ditentukan, dan diatur dalam konstitusi di atas. Pernyataan konstitusional tersebut mengingatkan ulang kembali akan Tujuan Nasional NKRI, antara lain : untuk melindungi segenap bangsa Indonesia dan segenap tumpah darah Indonesia ; untuk memajukan kesejahteraan umum ; untuk mencerdaskan kehidupan bangsa ; dan lain-lain.
Materi Tujuan Nasional tersebut, pada dasarnya mengingatkan dan menjadikan “Negara” harus senantiasa bertugas dan bertanggungjawab untuk “Hadir” melindungi, mengayomi, melayani, menjamini, dan memfasilitasi masyarakat (warga negara) untuk melaksanakan setiap dan segala hak-hak konstitusional masyarakat. Pelaksanaan dan penggunaan hak-hak konstitusional tersebut, mesti dijamin sepenuhnya dan sejatinya oleh Negara tanpa diskriminasi dan tanpa eksploitasi. Sehingga berlangsung dengan baik, benar ; dan terlaksana secara aman, nyaman, lancar, dan berhasil.
Institusi Polri beserta segenap jajaran Polri sebagai Alat Negara, adalah sebuah kelembagaan strategis yang merupakan representase Negara. Polri sebagai kelembagaan representase (“wakil/perwakilan”) Negara, harus senantiasa dan mesti semakin melakukan percepatan dan peningkatan kualitas penyelenggaraan tugas, kewajiban, dan tanggungjawab Negara. Berintikan pada komitmen yang otentik dan konkrit dari Negara untuk melindungi, mengayomi, melayani, menjamini, dan memfasilitasi masyarakat (warga negara). Polri sebagai alat negara bertugas dan bertanggungjawab melindungi, mengayomi, melayani masyarakat. Perihal tersebut adalah merupakan simbol pemakna strategis ; dan lambang penunjuk penugasan kepada Polri.
Polri sebagai alat negara yang menegakkan hukum (Pasal 30 ayat 4 UUD NRI Tahun 1945), sebagaimana diamanatkan, ditentukan, dan diatur dalam konstitusi di atas. Pernyataan konstitusional tersebut, memastikan, menegaskan, dan mengukuhkan eksistensi, posisi, dan fungsi Polri dalam konstitusi. Khususnya dalam konteks dan dalam kerangka penegakan hukum Indonesia. Atmosfir keseluruhan sistem dan proses penegakan hukum Indonesia, harus senantiasa berdasarkan konstitusi UUD NRI Tahun 1945 yang konstitusional dan berlandaskan narasi keadilan yang substansial.
Pengamanatan, penentuan, dan pengaturan teks dan frasa “penegakan hukum” dalam konstitusi UUD NRI Tahun 1945 hanya ditemukan dan hanya ada dalam teks narasi dan materi substansi mengenai Polri. Ditemukan dan ada juga mengenai institusi lain dalam UUD NRI Tahun 1945. Khususnya dalam BAB IX (Kekuasaan Kehakiman), pasal 24 ayat 1, yaitu : “Kekuasaan kehakiman merupakan kekuasaan yang merdeka untuk menyelenggarakan peradilan guna menegakkan hukum dan keadilan”. Teks narasi dan makna konstitusi tersebut, meletakkan dan menumbuhkan sebuah dan serangkaian sistem dan proses peradilan untuk menegakkan hukum dan keadilan.
Perspektif dan terminologi amanat dan ketentuan UUD NRI Tahun 1945 mengenai Polri, khususnya dalam konteks dan kerangka penegakan hukum, pada dasarnya bersifat tunggal dan berkategori konstitusional. Konstitusi UUD NRI Tahun 1945, telah mengamanatkan, menentukan, dan mengatur “secara langsung” mengenai penyelenggaraan penegakan hukum oleh institusi Polri. Ekosistem penegakan hukum oleh Polri, sudah diamanatkan, ditentukan, dan diatur langsung dengan jelas dan tegas secara normatif strategis prinsipil dalam konstitusi.
Perspektif dan terminologi tersebut semakin memastikan, meneguhkan, dan mengukuhkan keberadaan, status, kedudukan, dan kegiatan Polri dalam hal dan untuk menegakkan hukum. Kualitas dan integritas Polri dalam konteks tersebut, pada dasarnya berkategori konstitusional sebagai hukum dasar tertinggi dan tertulis (UUD NRI Tahun 1945). Hukum dasar tertinggi dan tertulis merupakan pedoman pengarah tertinggi dan menjadi pedoman penuntun tertinggi bagi masyarakat, bangsa, negara, dan tentu Polri untuk tunduk dan taat konstitusi.
Konstitusi UUD NRI Tahun 1945, juga menyediakan dan memberikan “mandat” posisi, fungsi, peran, tugas, tanggungjawab, dan kewenangan penegakan hukum kepada institusi Polri. Perspektif dan terminologi mandat konstitusional tersebut, khususnya berkaitan dan berintikan pada keseluruhan infrastruktur, pranata, dan ekosistem penegakan hukum (“penyelidikan dan penyidikan) oleh Polri. Perihal tersebut sangat strategis, berpengaruh, berdampak, dan menentukan. “Pesan dan perintah” pernyataan konstitusional beserta konsekuensi tersebut, pada dasarnya meletakkan, menjadikan, dan mengingatkan Polri. Hakekatnya dan prinsipnya adalah agar Polri senantiasa memaknainya secara bertanggungjawab dan mempertanggungjawabkannya. Perihal secara bertanggungjawab dan mempertanggungjawabkan dalam konteks tersebut karena akibat adanya amanat dan ketentuan “politik hukum bernegara Indonesia konstitusional” tersebut dalam penegakan hukum.
Keseluruhan penegakan hukum perihal penyelidikan dan penyidikan oleh Polri, menjadikan dan meletakkan Polri sebagai “subyek utama dan otoritas tunggal”. Khususnya dalam hal dan untuk penyelidikan dan penyidikan hukum. Perspektif dan terminologi tersebut juga, pada dasarnya semakin memastikan, meneguhkan, dan mengukuhkan bahwa Polri dalam hal dan untuk menegakkan hukum, bersifat tunggal otoritatif strategis. Hakekat etika dan prinsip moralitas dengan posisi subyek utama dan otoritas tunggal tersebut, harus senantiasa dijaga dan dirawat “kemurniannya dan keasliannya”. Juga pada gilirannya mesti selalu dan semakin dimaknai dan diimbangi dengan kualitas, profesionalitas, kapasitas, kapabilitas, integritas, kredibilitas, dan akuntabilitas Polri.
Kerangka besar dan utama perspektif konstitusional dan bangunan dasar dan pilar terminologi konstitusional atas keberadaan, kedudukan, dan kegiatan Polri, telah ada, tumbuh, terbangun, berkembang, dan maju. “Kerangka dan bangunan” tersebut merupakan “misi luhur, misi mulia, misi suci” Polri. Juga menjadi “tugas panggilan, tugas pengabdian, tugas kenegaraan” Polri. Kepala Kepolisian Negara Republik Indonesia (Kapolri) Jenderal Pol. Drs. Listyo Sigit Prabowo, M.Si. beserta jajaran institusi Polri, sudah, sedang, dan semakin serius dan sungguh-sungguh membangun dan memaknai konsolidasi, soliditas, reformasi, dan transformasi Polri.
Pembangunan dan pemaknaan tersebut berbasis pada kualitas dukungan dan kerjasama yang otentik dan konkrit dengan etos, jiwa, dan semangat “Indonesia Bergotongroyong”. Konstruksi dan substansi tersebut adalah untuk menuju dan membangun Indonesia Maju. Dengan demikian, konstitusionalitas Polri dan pembangunan negara hukum demokratis Indonesia, semakin bermakna konstitusional dan bermakna substansial. Hakekatnya dan prinsipnya adalah dalam dan untuk membangun dan memajukan Indonesia Raya yang Merdeka, Bersatu, Berdaulat, Adil, dan Makmur berdasarkan ideologi dan falsafah Pancasila
Jakarta, 25 Desember 2022.
“Salam Tri Brata ; Salam Bhayangkara ; Salam Konstitusi ; Salam Indonesia”.