, ,

Menyorot Perkembangan dan Penilaian Risiko Bisnis dan HAM di Indonesia

oleh -240 Dilihat
oleh

Serumpunsebalai.com, Pangkalpinang – Lembaga Bantuan Hukum elPDKP Babel menggelar Penyuluhan Hukum dengan tema perkembangan bisnis dan HAM di indonesia secara virtual, Rabu, (21/06/2023).

IMG-20230621-WA0004

Penyuluhan hukum dilaksanakan secara virtual melalui zoom meeting dan kemudian dihadiri oleh mahasiswa, kalangan publik hingga praktisi.

IMG_20230621_173518

Kegiatan yang dimoderatori Ahmad Albuni,S.H selaku Advokat LBH elPDKP Babel dan dua narasumber yakni Wahyu Wagiman,S.H, M.H selaku Advokat dan Suherman,S.H.,M.H selaku Kabid Hak Asasi Manusia Kanwil Kemenkumham Babel

Wahyu Wagiman dalam paparan materinya menyampaikan bahwa prinsip persoalan bisnis dan HAM ini merupakan sesuatu yang penting untuk dipahami, bahwa akan melahirkan konsep baru “corporate responsibility to respect” melalui mekanisme Knowing & Showing.

IMG_20230621_173542

Selanjutnya Wahyu juga menjelaskan perlunya melakukan uji tuntas hak asasi manusia dengan menilai potensi risiko dan dampak Hak Asasi Manusia dari operasinya dengan mengindentifikasi, merancang, melakukan pengendalian, pencegahan dan mitigasi secara berkala.

“Melakukan pemulihan atas dampak negatif terhadap Hak Asasi Manusia yang telah ditimbulkannya dengan melibatkan pihak-pihak yang berkaitan ataupun bersangkutan demi keberlangsungan pemulihan atas apa yang telah ditimbulkan,” jelas Wahyu.

Suherman dalam paparan materinya menyebutkan bahwa ada 13 penilaian risiko bisnis.

“13 penilaian tersebut meliputi profil perusahaan, kebijakan HAM, dampak HAM bagi perusahaan, mekanisme pengaduan, rantai pasok, tenaga kerja, kondisi kerja, serikat pekerja, diskriminasi, privasi, lingkungan, agraria dan masyarakat adat, serta tanggung jawab sosial perusahaan,” paparnya saat memberikan materi.

IMG_20230621_171916

Suherman juga menjelaskan bahwa persoalan Hak Asasi Manusia ini kerapkali terjadi terutama dalam urusan bisnis maupun pekerjaan. Banyak hal yang terjadi seperti di pekerjaan banyak sekali perusahaan yang kerapkali melakukan pelanggaran seperti menahan ijazah pekerja, tidak membayar upah lembur bekerja dan lainnya.

“Maka itu persoalan Hak Asasi Manusia bukan persoalan kecil, jika tidak ditanggapi dengan serius akan menimbulkan permasalahan terus menerus dikemudian hari,” ujar Suherman.

Raiza salah satu peserta dari media mempertanyakan terkait persoalan Juiman yakni seorang petani sawit Bangka Barat yang diketahui sedang menggugat pengerusakan kebun sawit miliknya, di tanah Juiman ada IUP Penambangan Timah milik PT Timah.

“Bagaimana pandangan prinsip bisnis dan HAM dalam perkara tersebut?,” tanya Raiza ke Wahyu Wagiman selaku narasumber

Dengan pertanyaan tersebut Wahyu menjelaskan bahwa bagaimana suatu perusahaan harus dapat menakar dampak apa yang terjadi ketika melakukan eksplorasi maupun eksploitasi pada Sumber Daya Alam (SDA) dalam suatu wilayah.

“Maka dari itu perusahaan harus melakukan konhenresif ketika langkah-langkah penanganan terhadap dampak yang dialami dari seseorang atas wilayah yang dilakukan oleh perusahaan tersebut,” sebut Wahyu Wagiman.

Selanjutnya Raiza juga mempertanyakan soal efektifitas dari aplikasi Prisma yang digaungkan oleh KemenkumHAM.

“Seberapa efektif aplikasi prisma tersebut jika dilihat dari 13 poin penilaian risiko bisnis, dan apakah nantinya akan diterapkan sistem satu pintu,” tanya Raiza terhadap Suherman selaku narasumber.

Suherman menanggapi pertanyaan tersebut dan menjelaskan bahwa saat ini masih menjadi pembahasan dan masukkan ini akan disampaikan langsung ke pihak ditjenHAM.

“Kami masih dalam proses FGD dan menunggu aturan dari pusat, jika sudah ada aturan dan ketentuannya kami pun berharap dapat diterapkan sistem satu pintu atau yang dikenal OSS,” jawab Suherman.

Selanjutnya peserta dari DPC Permahi Babel, Yudha Kurniawan mempertanyakan terkait prinsip-prinsip dari HAam di Indonesia.

“Bagaimana keberlangsungannya terkait penerapan pengaturan PBB tersebut di Indonesia?,” tanya Yudha Kurniawan terhadap Wahyu Wagiman.

Lanjutnya Wahyu Wagiman menanggapi bahwa sifat dari aturan PBB itu masih bersifat voluntary atau secara sukarela, jika dipakai akan menimbulkan nilai lebih baik itu untuk Negara maupun Perusahaan. Bahkan seperti di Eropa contohnya Perancis dimana Negara tersebut ada Undang-Undang yang mewajibkan untuk mengedepankan kerangka kewaspadaan.

“Di Negara Eropa sudah banyak yang menerapkan prinsip Hak Asasi Manusia terkait operasional baik itu juga produksi keluar dan masuk dari Negara tersebut,” beber Wahyu Wagiman.

Sementara itu peserta dari UMKM Petaling, Ria menanyakan soal monitoring khusus bagi yang telah melaksanakan registrasi prisma.

“Sudah sejauh mana proses monitoring tersebut,” tanya Ria terhadap Suherman.

Suherman langsung menjawab bahwa saat ini pihaknya masih melakukan upaya menyampaikan kepada perusahaan terkait aplikasi prisma ini.

“Kedepannya jika sudah ada aturan dan ketentuan yang telah siap, kami kedepannya akan membentuk gugus tugas khusus yang siap melaksanakan ketentuan sesuai peraturan tersebut,” jelas Suherman. (Ejak)

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *